Pages

Rabu, 10 Oktober 2012

Sistimatika KUHP


Buku Kesatu:  ATURAN UMUM.
BAB I         :Batas-batas berlakunya aturan hukum pidana dalm perundang-undangan. Pasal 1-9.
BAB II        :Pidana. Pasal 10-43.
BAB III       :Hal-hal yang menghapuskan, mengurangi atau memberatkan pidana. Pasal44-52.
BAB IV       :Percobaan. Pasal 53-54.
BAB V         :Penyertaan dalam tindak pidana. Pasal 55-62.
BAB VI        :Perbarengan tindak pidana. Pasal 63-71.
BAB VII    :Menajukan atau menarik kembali pengaduan dalam hal kejahatan-kejahatan yang dituntut karan pengaduan. Pasal 72-75.
BAB VIII        :Hapusnya kewenangan menurut pidana dan menjalankan pidana. Pasal 76-85.
BAB IX           :Arti beberapa istilah yang dipakai dalam Kitab Undang-undang. Pasal 86-102.
                        :Aturan Penutup. Pasal 103.

Buku Kedua:  KEJAHATAN.
BAB I             :Kejahatan terhadap keamanan negara. Pasal 104-129.
BAB II            :Kejahatan-kejahatna terhadap martabat Presiden dan Wakil Presiden. Pasal 130-139.
BAB III       :Kejahatan-kejahatan terhadap keamanan negara sahabat dan terhadap kepala negara sahabat dan wakilnya. Pasal 139a-145.
BAB IV           :Kejahatan terhadap melakukan kewajiban dan hak kenegaraan. Pasal 146-153.
BAB V            :Kejahatan terhadap ketertiban umum. Pasal 153bis-181.
BAB VI           :Perkelahian tanding. Pasal 182-186.
BAB VII     :Kejahatan yang membahayakan ketertiban umum bagi orang atau barang. Pasal 187-206.
BAB VIII         :Kejahatan terhadap penguasa umum. Pasal 207-241.
BAB IX            :Sumpah palsu dan keterangan palsu. Pasal 242-243.
BAB X              :Pemalsuan mata uang dan uang kertas. Pasal 244-252.
BAB XI             :Pemalsuan meterai dan merek. Pasal 256-262.
BAB XII            :Pemalsuan surat. Pasal 263-276.
BAB XIII           :Kejahatan terhadap asal-usul dan perkawinan. Pasal 277-280.
BAB XIV          :Kejahatan terhadap kesusilaan. Pasal 281-303bis.
BAB XV           :Meninggalkan orang yang perlu ditolong. Pasal 304-309.
BAB XVI          :Penghinaan. Pasal 310-321.
BAB XVII         :Membuka rahasia. Pasal 322-323.
BAB XVIII        :Kejahatan terhadap kemerdekaan orang. Pasal 324-337.
BAB XIX           :Kejahatan terhadap nyawa. Pasal 338-350.
BAB XX            :Penganiayaan. Pasal 351-358.
BAB XXI           :Menyebabkan mati atau luka-luka karna kealpaan. Pasal 359-361.
BAB XXII          :Pencurian. Pasal 362-367.
BAB XXIII         :Pemerasan dan Pengancaman. Pasal 368-371.
BAB XXIV         :Penggelapan. Pasal 372-377.
BAB XXV          :Perbuatan curang. Pasal 378-395.
BAB XXVI         :Perbuatan merugikan pemiutang atau orang yang mempunya hak. Pasal 396-405.
BAB XXVII        :Menghancurkan atau merusak barang. Pasal 406-412.
BAB XXVIII       :Kejahatan jabatan. Pasal 413-437.
BAB XXIX          :Kejahatan pelayaran. Pasal 438-479.
BAB XXIX.A    :Kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap sarana/prasarana penerbangan.  Pasal 479a-479r.
BAB XXX             :Penadahan penerbitan dan penerbitan. Pasal 480-485.
BAB XXXI          :Aturan tentang pengulangan kejahatan yang bersangkutan dengan berbagai bab. Pasal 486-488.
Buku Ketiga: PELANGGARAN.
BAB I                   :tentang pelanggaran keamanan umum bagi orang atau barang dan kesehatan. Pasal 489-502.
BAB II                  :Pelanggaran ketertiban umum. Pasal 503-520.
BAB III                 :Pelanggaran terhadap penguasa umum. Pasal 521-528.
BAB IV                 :Pelanggaran terhadap asal-usul dan perkawinan. Pasal 529-530.
BAB V                  :Pelanggaran terhadap orang yang memerlukan pertolongan. Pasal 531.
BAB VI                 :Pelanggarah kesusilaaan. Pasal 532-547.
BAB VII                :Pelanggaran mengenai tanah, tanaman dan perkarangan. Pasal 548-551
BAB VIII               :Pelanggaran jabatan. Pasal 552-559.
BAB IX                 :Pelanggaran pelayaran. Pasal 560-569.

»»  READMORE...

Minggu, 07 Oktober 2012

link sobat ane

http://s1294.photobucket.com/albums/b609/r4di4tul/?action=view¤t=linkbanner_zpsd9914029.gif
»»  READMORE...

Selasa, 02 Oktober 2012

Jenis-jenis Tindak Pidana



A.      Jenis-jenis tindak pidana berdasarkan KUHP.

            Kehatan dan Pelanggaran
Disebut dengan rechtsdelicten atau tindak pidana hukum, yang artinya sifat tercelanya itu tidak semata-mata pada dimuatnya dalam UU melainkan memang pada dasarnya telah melekat sifat terlarang sebelum memuatnya dalam rumusan tindak pidana dalam UU. Walaupun sebelum dimuat dala UU pada kejahatan telah mengandung sifat tercela (melawan hukum), yakni pada masyarakat, jadi berupa melawan hukum materiil. Sebaliknya, wetsdelicten sifat tercelanya suatu perbuatan itu terletak pada setelah dimuatnya sebagai demikian dalam UU. Sumber tercelanya wetsdelicten adalah UU.
Dasar pembeda itu memiliki titik lemah karna tidak menjamin bahwa seluruh kejahatan dalam buku II itu bersifat demikian, atau seluruh pelanggaran dalam buku III mengandung sifat terlarang karena dimuatnya dalam UU. Contoh sebagaimna yang dikemukakan Hazewinkel Suringa, pasal 489 KUHP (artikel 424 WvS Belanda), pasal 490 KUHP (artikel 425 WvS Belanda) atau pasal 506 KUHP (artikel 432 ayat 3 WvS Belanda) yang masuk pelanggaran pada dasarnya merupakan sifat tercela dan patut dipidana sebelum dimuatnya dalam UU. Sebaliknnya, ada kejahatan misalnya pasal 182 KUHP (artikel 154 WvS Belanda), pasal 344 (artikel 293 WvS Belanda) yang dinilai menjadi serius dan mempunyai sifat terlarang setelah dimuat dalam UU (Andi Hamzah, 1991;76).
Contoh-contohnya:
a.       Kejahatan (buku II): penghinaan, kejahatan terhadap nyawa, penganiayaan, pencurian dll.
b.      Pelanggaran (buku III): pelanggaran jabatan, pelanggaran pelayaran, pelanggaran kesusilaan, pelanggaran ketertiban umum dll.
Berikut beberapa perbedaan antara buku II dan buku III.
No.
Perbedaan
Kejahatan
Pelanggaran
1
Percobaan
Dipidana
Tidak dipidana
2
Membantu
Dipidana
Tidak dipidana
3
Daluwarsa
Lebih Panjang
Lebih Pendek
4
Delik Aduan
Ada
Tidak Ada

B.      Jenis-jenis tindak pidana berdasarkan perumusannya.

Delik Formil dan Delik  Materiil
Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga memberikan arti bahwa inti larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan suatu perbuatan tertentu. Perumusan tindak pidana formil tidak memperhatikan dan atau tidak memerlukan timbulnya suatau akibat tertentu dari perbuatan sebagai syarat penyelesaian tindak pidana, melaiinkan semata-mata pada perbuatannya. Misalnya pada pencurian (pasal 362 KUHP) untuk selesainya pencurian digantungkan pada selesainya perbuatan mengambil.
Sebaliknya dalam perumusan tindak pidana materiil, inti larangan adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang. Oleh karna itu, siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggung jawabkan dan dipidana. Tentang bagaimana wujud perbuatan yang menimbulkan akibat terlarang tu tidaklah penting. Misalnya pada pembunuhan (pasal 338 KUHP) inti larangan adalah pada menimbulkan kematian oang, dan bukan dari wujud menembak, membacaok atau memukul. Untuk selesainya tindak pidana digantungkan pada timbulnya akibat dan bukan pada selesainya suatu perbuatan.
Begitu juga dengan selesainya tindak pidana mateeriil, tidak tergantung sejauh mana wujud perbuatan yang dilakukan, tetapi sepenuhnya digantung kan pada syarat timbulnya akibat terlarangtersebut. Misalnya wujud membacok telah selesai dilakukan dalam hal pembunuhan, tetapi pembunuhan itu belum terjadi jika dari perbuatan itu belum atau tidak menimbulkan akibat hilangnya nyawa korban, yang terjadi hanyalah percobaan pembunuhan.
Contoh-contohnya:
a.       Delik formil: pencurian (362)
b.      Delik materiil: kejahatan terhadap nyawa (338)

C.      Jenis-jenis tindak pidana berdasarkan kesalahan.

Delik Sengaja dan Delik Kelalaian
Tindak pidana sengaja (doleus delicten) adalah tindak pidana yang dalam rumusannya dilakukan dengan kesengajaan atau ada unsur kesengajaan. Sementara itu tindak pidana culpa (culpose delicten) adalah tindak pidana yang dalam rumusannya mengandung unsur kealpaan.
Dalam suatu rumusan tindak pidana tertentu adakalanya kesengajaan dan kealpaan dirumuskan secara bersama (ganda), maksudnya ialah dapat berwujud tindak pidana kesengajaan dan kealpaan sebagai alternatifnya. Misalnya unsur “yang diketahui” atau “sepatutnya harus diduga”. Dilihat dari unsur kesalahannya disini, ada dua tindak pidana, yaitu tindak pidana sengaja dan kealpaan, yang wancaman pidananya sama atau kedua tindak pidana ini dinilai sama beratnya. Membentuk tindak pidana kesengajaan yang disama beratkan dengan tindak pidana kealpaan merupakan perkecualian dari ketentua umum bahwa kesalahan pada kesengajaan itu lebih berat dari kesalahan dalam bentuk culpa, sebagaimana dapat dilihat pada kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja diancam dengan pidana penjara maksimum 15 tahun (338) bahkan dengan pidana mati atau seumur hidup atau sementara maksimum 20 tahun (340) jika dibandingkan yang dilakukan karena culpa seperti pada pasal 351 (3) dengan pidana penjara maksimum 7 tahun.
Tindak pidana culpa adalah tindak pidana yang unsur kesalahannya berupa kelalaian, kurang hati-hati, dan tidak karena kesengajaan.
Contoh-contohnya:
a.       Delik kesengajaan: 362 (maksud), 338 (sengaja), 480 (yang diketahui) dll
b.      Delik culpa: 334 (karena kealpaannya), 359 (karna kesalahannya).
c.       Gabungan (ganda): 418, 480 dll

D.      Jenis-jenis tindak pidana berdasarkan cara melakukannya.

Delik Commisionis dan Delik Omisionis
Tindak pidana aktif (delicta commisionis) adalah tindak pidana yang perbuatannya berupa perbuatan aktif (positif). Perbuatan aktif (disebut perbuatan materiil) adalah perbuatan yang untuk mewujudkan disyaratkan adanya gerakan dari anggota tubuh orang yang berbuat. Dengan berbuat aktif, orang melanggar larangan, perbuatan aktif ini terdapat baik tindak pidana yang dirumuskan secara formil maupun materiil. Sebagian besar tindak pidana yang dirumuskan dalam KUHP adalah tindak pidana aktif.
Berbeda dengan tindak pidana pasiff, dalam tindak pidana pasif, ada suatu kondisi dan atau keadaan tertentu yang mewajibkan seseorang dibebani kewajiban hukum untuk berbuat tertentu, yang apabila tidak dilakukan (aktif) perbuatan itu, ia telah melanggara kewajiban hukumnya tadi. Di sini ia telah melakukan tindak pidana pasif. Tindak pidana ini dapat disebut juga tindak pidana pengabaian suatau kewajiban hukum.
Tindak pidana pidana pasif ada dua macam, yaitu tindak pidana pasif murni dan tidak murni disebut dengan (delicta commisionis per omissionem).
Tindak pidana pasif murni adalah tindak pidana pasif yang dirumuskan secara formil atau tindak pidana yang pada dasarnya semata-mata unsur perbuatannya adalah berupa perbuatan pasif.
Tindak pidana pasif yang tidak murni adalah yang pada dasarnya berupa tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan dengan cara tidak berbuat aktif, atau tindak pidana yang mengandung suatau akibat terlarang, tetapi dilakukan dengan atau tidak berbuat/atau mengabaikan sehingga akibat itu benar-benar timbul. Misalnya pada pembunuhan 338 (sebenarnya tindak pidana aktif), tetapi jika akibat matinya itu di sebabkan karna seseorang tidak berbuat sesuai kewajiban hukumnya harus ia perbuat dan karenanya menimbulkan kematian, disini ada tindak pidana pasif yang tidak murni. Misalnya seorang ibu tidak mnyusui anaknya agar mati, peruatan ini melanggar pasal 338 dengan seccara perbuatan pasif.
Contoh-contohnya:
a.       Delik commisionis: 338, 351, 353, 362 dll.
b.      Delik omisionis:
·         Pasif murni: 224, 304, 522.
·         Pasif tidak murni: 338 (pada ibu menyusui)

E.       Jenis-jenis tindak pidana berdasarkan jangka watu terjdinya.

Delik Terjadi Seketika dan Delik Berlangsung Terus
Tindak pidana yang terjadi dalam waktu yang seketika disebut juga dengan aflopende delicten. Misalnya pencurian (362), jika perbuatan mengambilnya selesai, tindak pidana itu menjadi selesai secara sempurna.
Sebaliknya, tindak pidana yang terjadinya berlangsung lama disebut juga dengan voortderende delicten. Seperti pasal 333, perampasan kemerdekaan itu berlangsung lama, bahkan sangat lama, dan akan terhenti setelah korban dibebaskan/terbebaskan.
Contoh-contohnya:
a.       Delik terjadi seketika: 362,338 dll.
b.      Delik berlangsung terus: 329, 330, 331, 334 dll.

F.       Jenis-jenis tindak pidana berdasarkan sumbernya.

Delik Umum dan Delik Khusus
Tindak pidana umum adalah semua tindak pidana yang dimuat dalam KHUP sebagai kodifikasi hukum ppdn materiil. Sementara itu tindak pidana khusus adalah semua tindak pidana yang terdapat dalam kodifikasi tersebut.
Walaupun atelah ada kodifikasi (KUHP), tetapi adanya tindak pidana diluar KHUP merupakan suatu keharusan yang tidak dapat dihindari. Perbuatan-perbuatan tertentu yang dinilai merugikan masyarakat dan patut diancam dengan pidana itu terus berkembang, sesuai dengan perkembangan teknologi dan kemajuan ilmu pengetahuan, yang tidak cukup efektif dengan hanya menambahkannya pada kodifikasi (KUHP).
Tindak pidana diluar KUHP tersebar didalam berbagai peraturan perundang-undangan yang ada. Peraturan perundang-undangan itu berupa peraturan perundang-undangan pidana.
Contoh-contohnya:
A.      Delik umum: KUHP.
B.      Delik khusus: UU No. 31 th 1999 tentang tindak pidana korupsi, UU No. 5 th 1997 tentang psikotropika, dll.

G.     Jenis-jenis tindak pidana dilihat dari sudut sabjek hukumnya.

Delik Communia dan delik propria
Jika dilihat dari sudut subjek hukumnya, tindak pidana itu dapat dibedakan antara tindak pidana yang dapat dilakukan oleh semua orang (delictacommunia ) dan tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang berkualitas tertentu (delicta propria).
Pada umumnya, itu dibentuk untuk berlaku kepada semua orang. Akan tetapi, ada perbuatan-perbuatan tertentu yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang berkualitas tertentu saja.
Contoh-contohnya:
a.       Delik communia: pembunuhan (338), penganiayaan (351, dll.
b.      Delik propria: pegawai negri (pada kejahatan jabatan), nakhoda (pada kejahatan pelayaran) dll.

H.      Jenis-jenis tindak pidana dalam perlu tidaknya aduan dalam penuntutan.

Delik Biasa dan Delik Aduan
Tindak pidana biasa adalah tindak pidana yang untuk dilakukannya penuntutan pidana tidak disyaratkan adanya aduan dari yang berhak. Sedangkan delik aduan adalah tindak pidana yang untuk dilakukannya penuntutan pidana  disyaratkan adanya aduan dari yang berhak.
Contoh-contohnya:
a.       Delik biasa: pembunuhan (338) dll.
b.      Delik aduan: pencemaran (310), fitnah (311), dll.
»»  READMORE...

Rabu, 15 Agustus 2012

Tindak Pidana




Tindak Pidana
Menurut pendapat Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya “Asas-asas Hukum Pidana Indonesia” menyebutkan:“Hukum merupakan rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan dari hukum ialah mengadakan keselamatan, kebahagiaan dan tata tertib dalam masyarakat”

Usman Simanjuntak, dalam bukunya “Teknik Pemeliharaan dan Upaya Hukum” mengatakan bahwa “Perbuatan pidana adalah suatu perbuatan fisik yang termasuk kedalam perbuatan pidana”. 

Tindak pidana dapat dibeda-bedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu:
  1.  Menurut sistem KUHP, Dibedakan antara kejahatan (misdrijven) dimuat dalam buku II dan pelanggaran (overtredingen) dimuat dalam buku III. 
  2.  Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil (formeel delicten) dan tindak pidana materiil (materieel delicten). 
  3.  Berdasarkan bentuk kesalahannya, dibedakan antara tindak pidana sengaja (doleus delicten) dan tindak pidana dengan tidak disengaja (culpose delicten). 
  4.  Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana aktif/positif dapat juga disebut tindak pidana komisi (delicta commissionis) dan tindak pidana pasif/negatif, disebut juga tindak pidana omisi (delicta omissionis). 
  5.  Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, maka dapat dibedakan antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau berlangsung lama/berlangsung terus. 
  6.  Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana khusus. 
  7.  Dilihat dari sudut subyek hukumnya, dapat dibedakan antara tindak pidana communia (yang dapat dilakukan oleh siapa saja), dan tindak pidana propria (dapat dilakukan hanya oleh orang memiliki kualitas pribadi tertentu). 
  8.  Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan maka dibedakan antara tindak pidana biasa (gewone delicten) dan tindak pidana aduan (klacht delicten). 
  9.  Berdasarkan berat ringannya pidana yang diancamkan, maka dapat dibedakan antara tindak pidana bentuk pokok (eencoudige delicten), tindak pidana yang diperberat (gequalificeerde delicten) dan tindak pidana yang diperingan (gequalifeceerde delicten) dan tindak pidana yang diperingan (gepriviligieerde delicten). 
  10.  Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka tindak pidana tidak terbatas macamnya bergantung dari kepentingan hukum yang dilindungi, seperti tindak pidana terhadap nyawa dan tubuh, terhadap harta benda, tindak pidana pemalsuan, tindak pidana terhadap nama baik, terhadap kesusilaan dan lain sebagainya. 
  11.  Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan, dibedakan antara tindak pidana tunggal (ekelovoudige delicten) dan tindak pidana berangkai (samengestelde delicten).
Apa pun alasan pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran, yang pasti jenis pelanggaran itu adalah lebih ringan daripada kejahatan, hal ini dapat diketahui dari ancaman pidana pada pelanggaran tidak ada yang diancam dengan pidana penjara, tetapi berupa pidana kurungan dan denda, sedangkan kejahatan lebih didominir dengan ancaman pidana penjara.

Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga memberikan arti bahwa inti larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan perbuatan tertentu. Perumusan tindak pidana formil tidak memperhatikan atau tidak memerlukan timbulnya suatu akibat tertentu dari perbuatan sebagai syarat penyelesaian tindak pidana, melainkan semata-mata pada perbuatannya. Misalnya pada pencurian untuk selesainya pencurian digantungkan pada selesainya perbuatan mengambil.

Sebaliknya dalam rumusan tindak pidana materiil, inti larangan adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggungjawabkan dan dipidana. Tentang bagaimana wujud perbuatan yang menimbulkan akibat terlarang itu tidak penting. Misalnya pada pembunuhan inti larangan adalah pada menimbulkan kematian orang, dan bukan pada wujud menembak, membacok, atau memukul untuk selesainya tindak pidana digantungkan pada timbulnya akibat dan bukan pada selesainya wujud perbuatan.

Begitu juga untuk selesainya tindak pidana materiil tidak bergantung pada sejauh mana wujud perbuatan yang dilakukan, tetapi sepenuhnya digantungkan pada syarat timbulnya akibat terlarang tersebut. misalnya wujud membacok telah selesai dilakukan dalam hal pembunuhan, tetapi pembunuhan itu belum terjadi jika dari perbuatan itu belum atau tidak menimbulkan akibat hilangnya nyawa korban, yang terjadi hanyalah percobaan pembunuhan.

»»  READMORE...