KAUSALITAS
1. Jelaskan
menurut anda kapankah diperlukannya ajaran kausalitas?
JAWAB: apabila
terjadi tindak pidana materil, yaitu tindak pidana yang dirumuskan dengan melarang menimbulkan akibat
tertentu disebut akibat terlarang. Titik beratnya larangan pada menimbulkan
akibat terlarang (unsur akibat konstitutif). Walaupun dalam urusan tindak
pidana disebut juga unsur tingkah laku (misalnya menghilangkan nyawa pada
pembunuhan pasal 338, atau melakukan penipuan pasal 387), namun untuk
penyelesaian tindak pidana tidak bergantung pada selesainya mewujudkan tinkah
laku, akan tetapi apakah dari wujud tingkah laku telah menimbulkan akibat terlarang
pembunuhan (338) hilangnya nyawa orang lain, atau pada penipuan telah
menimbulkan akibat orang menyerahkan benda , membuat utang atau menghapuskan
piutang.
Dalam hal
terwujudnya tindak pidana materil secara sempurna diperlukan 3 syarat esensial,
yaitu:
·
Terwujudnya tingkah laku.
·
Terwujudnya akibat (akibat konstitutif atau constietutief gevolg).
·
Ada hubungan kausal (causal verband) antara wujud tingkah
laku dengan akibat konstitutif.
Contohnya,
seorang bapak mengenderai sepeda motor hendak menyebrang mengambil jalur yang
lain dengan berbelok ke kanan tanpa memperhatikan kendaraan dari arah belakang,
dan ketika itu ada sebuah mobil yang
melaju dari arah belakang. Melihat kendara bermotor tersebut sipengendara mobil
menginjak rem sekuat tenaga sehingga mengeluarkan suara gesekan ban di jalan
yang keras, yang menyebabkan bapak tadi terkejut. Walaupun mobil tidak sampai
menabrak/membentur keras sepeda motor, namun tiba-tiba didepan mobil yang telah
berhenti dan masih duduk diatas sepeda motornya, bapak itu rubuh dan jatuh
pingsan. Kemudian segera dilarikan kerumah sakit. Di rumah sakir ia tidak
segera mendapatkan pertolongan, setengah jam meninggal dunia.
Penyidikan
dilakukan terhadap pengendara mobil dengan sangkaan kurang hati-hati
mengendarai mobil yang menyebabkan orang lain meninggal dunia (pasal 359).
Hasil otopsi menyebutkan bahwa “kematiam korban, disebabkan karena serangan
jantung”. Terbuti secara medis bapak tadi penyakit jantung, yang sewaktu-waktu
dapat kambuh dan menjadi akibat kematiannya. Dengan berdasarkan hasil otopsi
tersebut, penyidikan dihentikan.
Pada peristiwa
di atas, terdapat beberapa factor yang berpengaruh sehingga pada ujungnya
menimbulkan kematian. Rangkaian faktoe itulah:
·
Korban berbelok kanan-menyebrang dengan tiba-tiba
·
Pengemudi dengan sekuat tenaga menginjak rem
·
Adanya bunyi keras dari gesekan ban dengan aspal yang menyebabkan,
·
Korban terkejut dan menyebabkan,
·
Kambuhnya
penyakit jantung korban
·
Tidak segera mendapatkan pertolongan medis.
Dalam peristiwa diatas ada 6 faktor yang ikut memengaruhi sehingga
pada ujungnya ada akibat kematian. Dalam hubungannya dengan penetuan
pertanggungan jawab pidana, tidak mudah untuk menentukan factor yang manakah
yang menyebabkan kematian. Dalam menhadapi persoalan mencari dan menetapkan
adanya hububungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat semacam contoh di
atas, ajaran kausalitas menjadi penting.
2. Jelaskan
teori-teori yang terdapat dalam ajaran kausalitas!
JAWAB:
ada
beberapa ajaran kausalitas, yang dapat di keloompokkan kedalam 3 teori besar:
a) Teori Conditio Sine Qua Non
Teori berasal dari Von Buri, seorang
ahli hkum jerman yang pernah menjabat sebagai Presiden Reichtgetricht (Mahkamah
Agung Jerman). Tentang ajaran yang pertama kali dicetuskan oleh beliau dalam
tahun 1873 ini, menyatakan bahwa penyebab adalah semua factor yang ada dan
tidak dapat dihilangkan untuk menumbulkan suatu akibat.
Menurut teori ini, tidak membedakan
mana factor syarat dan mana factor penyebab, segala sesuatu yang masih
berkaitan dalam sutu peristiwa sehingga melahirkan suatu akibat adalah termasuk
menjadi penyebabnya. Oleh karena itu, menurut teori ini, keenam factor yang
menjadi contoh dalam peristiwa matinya bapak tadi, di antara sekian dari
serangkaian factor, tidak ada yang merupakan syarat, semuanya menjadi factor
penyebabnya. Semua factor dinilai sama pengaruhnya terhadap timbulnya akibat
yang dilarang. Tanpa salah satu atau dihilangkannya salah satu dari rangkaian
factor tersebut tidak akan terjadi akibat menurut waktu, tempat dan keadaan
senyatanya dalam peristiwa itu.
Teori ini
disebut juga dengan teori ekivalensi (aquivelenz-theorie) atau bedingungtheorie.
Disebut dengan teori ekivalensi, karena ajaran von Buri ini menilai semua
factor adalah sama pentingnya terhadap timbulnya suatu akibat. Disebut dengan
bedingungstheorie oleh karena dalam ajran ini tidak membedakan anatara factor
syarat (bedingung) dan mana factor penyebab (causa).
b) Teori-teori yang Mengindividualisir
Teori yang
mengindividualisir, ialah teori yang dalam usahanya mencari factor penyebaba
dari timbulnya suatu akibat dengan hanya melihat pada factor yang ada atau
terdapat setelah perbuatan dilakukan, dengan kata lain setelah peristiwa
itu beserta akibatnya benar-benar terjadi secara konkret (post factum). Menurut
teori ini setelah peristiwa terjadi. Maka diantara sekian rangkaian factor yang
terkait dalam peristiwa itu, tidak semuanya merupakan factor penyebab. Factor
penyebab itu adalah hanya berupa factor yang paling kuat terhadap timbulnya
suatu akibat, sedangkan factor lain adalah dinilai sebagai factor syarat saja.
Pendukung yang mengindividualisir ini antara lain Birkmeyer dan Karl Binding
Menurut
Birkmeyer (teorinya disebut dengan de meest werkzame factor) tidak semua
factor sebagai factor penyebab, melainkan hanya terhadap factor yang menurut
kenyataannya setelah peristiwa itu terjadi secara konkret (post factum) adalah merupakan factor
yang paling dominan atau paling kuat pengaruhnya terhadap timbulnya akibat.
Menurut pendapat ini pada contoh diatas tadi, setelah peristiwa terjadi beserta
akibatnya, maka dicari dan dinilai diantara
serangkaian factor yang berkaitan dengan kematian itu, kiranya factor
“serangan penyakit” jantunglah yang paling dominan peranannya terhadap kematian
itu. Apabila ajaran Birkmeyer digunakan pula pada peristiwa ini, maka perbuatan
pengendara mobil menginjak rem dengan kuat yang menimbulkan suara keras dari
gesekan ban dengan aspal, bukanlah sebagai factor penyebab matinya korban itu,
tetapa sebagai factor syarat saja. Karenanya dari sudut hukum pidana dia tidak
bertanggung jawab atas kematian itu.
Teori ini
memiliki 2 kelemahan:
·
Dalam kriteria untuk menentukan factor mana yang mempunyai pengaruh
yang paling kuat
·
Dalam apabila factor yang dinilai paling kuat itu lebih dari satu
dan sama kuat pengaruhnya terhadap akibat yang timbul.
c) Teori-teori Menggeneralisir
Teori yang
menggeneralisir adalah teri yang dalam mencari sebab (causa) dari rangkaian
factor yang berpengaruh atau berhubungan dengan timbulnya akibat adalah dengan
melihat dan menilai pada factor mana yang secara wajar dan menurut akal
serta pengalaman pada umumnya dapat menimbulkan suatu akibat. Jadi mencari
factor penyebab dan menilainya tidak berdasarkan pada factor setelah peristiwa terjadi beserta akibatnya,
tetapai pada pengalaman pada umumnya menurut akal dan kewajaran manusia atau
disebut secara abstracto, tidak secara inconcrito.
Penggunaan
teori ini dapat diberikan contoh ialah, karena jengkel kepada bawahannya yang
berbuat salah, bawahannya itu ditempelengnya dengan tangan kosong yang secara
wajar menurut akal dan pengalaman orang pada umumnya tidak akan menimbulkan
kematian, tetapi kemudian korban pingsan dan meninggal. Menurut teori ini,
kematian bawahan ini bukan disebabkan oleh perbuatan menempeleng oleh
atasannya, karena secara wajar dan akal serta pengalaman orang pada umumnya
perbuatan memenpeleng tidaklah menimbulkan akibat kematian. Kematian itu
mestilah diakibatkan oleh selain perbuatan menempeleng, mungkin karena sebab
penyakit seperti jantung atau darah tinggi. Perbuatan menempeleng sekadar
factor syarat belaka.
Persoalannya
ialah bagaimana cara menentukan, bahwa suatu sebab itu pada umumnya secara
wajar dan menurut akal dapat menimbulkan suatu akibat? Membahas mengenai
persoalan ini, maka timbullah dua pendirian, yakni pendirian yang subjektif
yang disebut dengan teori adequate subjektif, dan
pendirian objektif yang kemudian disebut dengan teori adequate objektif.
a.
Teori Adequat Subjektif
Teori adequate
subjektif dipelopori oleh J. Von Kries, yang menyatakan bahwa factor penyebab
adalah factor yang menuntut kejadian
yang normal adalah adequqt (sebanding) atau layak dengan akibat yang timbul,
yang factor mana diketahui atau disadari oleh si pembuat sebagai adequate untuk
menimbulkan akibat tersebut. Jadi dalam teori ini factor subjektif atau
sikap batin sebelum sipembuat berbuat adalah amat penting dalam menentukan
adanya hubungan kausal, sikap batin mana berupa pengetahuan (sadar) bahwa
perbuatan yang akan dilakukan itu adalah adequate untuk menimbulkan akibat yang
timbul, dan kelayakan ini harus didasarkan pada pengalaman manusia pada
umumnya.
Oleh karena
ajaran von Kries dalam mencari factor penyebab itu adalah pada dibayangkannya
dapat menimbulkan akibat, maka disebut juga dengan teori subjective progenose
(peramalan subjektif).
b.
Teori Adequat Objektif
Berbeda dengan
teori dari von Kries yang dalam hal mencari factor penyebab itu pada kesadaran
sipembuat bahwa pada kejadian normal pada umumnya factor itu layak atau
sebanding untuk menimbulkan suatu akibat. Pada ajaran adequate objektif ini,
tidak memperhatikan bagaimana sikap batin sipembuat sebelum berbuat, akan
tetapi pada factor-faktor yang ada setelah (post factum) peristiwa
senyatanya beserta akibatnya terjadi, yang dapat dipikirkan secara akal
(objektif) factor-faktor itu dapat menimbulkan akibat. Tentang bagaimana alam
pikiran/sikap batin sipembuat sebelum ia berbuat tidakalah penting, melainkan
bagaimana kenyataan setelah peristiea terjadi beserta akibatnya, apakah fakator
tersebut meneurut akal dapat dipikirkan untuk menimbulkan akibat.
Untuk lebih
jelasnya tentang perbedaan anatara teori adequat subjektif dengan teori
adequate objektif serta penerapannya, sungguh tepat contoh yang diberikan oleh
Prof. Moeljatno di bawah ini.
Seorang juru
rawat telah dilarang oleh dokter untuk memberikan obat tertentu pada seorang
pasien, diberikan juga olehnya. Sebelum obat itu diberikan pada pasien, ada
orang lain yng bermaksud membunuh sipasian dengan memasukkan racun pada obat
itu yang tidak diketahui oleh juru rawat. Karena meminum obat yamh telah
dimasuki racun, maka racun itu menimbulkan akibat matinya pasien.
Menurut ajaran von Kries (adequate
subjektif), karena juru rawat tidak dapat membayangkan atau tidak mengetahui
perihal dimasukkannya rancun pada obat yang dapat menimbulkan kematian jika
diminum, maka perbuatan meminumkan obat pada pasien bukanlah penyebab kematian
pasien. Perbuatan meminumkan obat dengan kematian tidak ada hubungan kausal
atau hubungan sebab-akibat.
Bahasa yang sangat mudah di pahami. Sangat bagus
BalasHapus